Alkisah pada zaman dahulu kala di tanah pasundan, di
pinggiran sungai Citarum hidup lah seorang kakek tua yang terkenal karena
memiliki ilmu sakti mandraguna. Disana Ia tinggal bersama anak perempuannya
yang cantik jelita, Sekar.
Selain Sekar, Empu Wisesa memiliki 2 orang murid Jaka dan
Wira, Ia menemukan mereka ketika masih bayi di sebuah desa yang hancur
berantakan karena letusan gunung tangkuban perahu yang hingga saat itu lahar
nya masih sering membahayakan area sekitarnya. Ke dua bayi itu kemudian
dibawa pulang, dirawat dan diajarkan ilmu oleh Empu Wisesa.
Walaupun memiliki guru yang sama, Jaka dan Wira memiliki
perangai yang berbeda. Jaka berparas tampan, Ia senang bermain dan pandai
bercakap, walaupun pintar namun karena sifat nya yang menggampangkan sesuatu ia
jauh ketinggalan dari Wira yang rajin mencari ilmu dan hakikat hidup.
Sifat yang berbeda tersebut tidak membuat mereka berdua
berjauhan, mereka seperti dua orang saudara yang saling tolong dan
berbagi rahasia. Namun ada satu hal yang tak mereka ungkapkan satu sama lain,
yaitu tentang perasaan mereka terhadap Sekar, putri guru mereka.
Jaka terlebih dahulu menyampaikan maksud hati untuk melamar
Sekar kepada Empu Wisesa, karena pandai mengambil hati guru nya, Empu Wisesa
tanpa meminta persetujuan anaknya langsung menyetujui lamaran Jaka. Ia
berfikir Sekar pasti juga menyukai Jaka yang rupawan dan pandai bergaul.
Keesokan hari nya Empu Wisesa memanggil Sekar dan kemudian
menyampaikan keinginannya untuk menikahkan nya dengan Jaka. Sekar adalah anak
yang baik dan berbakti pada orang tua namun baru sekali inilah Sekar membantah
orang tuanya, ia menolak keinginan Empu Wisesa, ia mengatakan bahwa Ia
mencintai Wira dan hanya mau menikah dengan Wira.
Hal itu membuat Empu Wisesa gundah, sebelumnya Ia sudah
menjanjikannya pada Jaka. Agar adil ia kemudian membuat sayembara.
“Baiklah, aku hanya akan menikahkan Sekar dengan orang yang
bisa memadamkan lahar panas Tangkuban Perahu.” kata Empu Wisesa.
Jaka merasa itu adalah hal yang mustahil, tidak mungkin
memadamkan lahar panas yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Namun
didepan Empu Wisesa dia menyanggupi nya dan mengaku ingin mengembara mencari
ilmu untuk memadamkan lahar. Ia hanya berfoya-foya dan bahkan bermain wanita.
Sementara itu Wira, berfikir keras mencari tahu bagaimana
cara memenangkan sayembara itu. Dengan tekun setiap hari ia mengitari
cekungan luas yang terbentuk oleh lahar panas tersebut, dia tahu hanya air yang
bisa mengalahkan api, tapi dari mana dia bisa mendapatkan air sebanyak
itu. Setahun berlalu namun Ia belum juga menemukan caranya hingga suatu
hari dia melihat berang-berang yang sedang membuat bendungan dari
ranting-ranting pohon.
“Wah, bagaimana kalau aku membendung sungai Citarum sehingga
air nya bisa memadamkan lahar panas” pikir nya dalam hati.
Dengan penuh perhitungan Wira mulai melaksanakan ide nya
itu, mula-mula Ia mengungsikan manusia dan hewan-hewan yang ada di cekungan
lahar tersebut agar tidak tenggelam oleh air. Kemudian berbekal kesaktian
dari Empu Wisesa, Ia meruntuhkan sebuah bukit dengan tangan nya,
sehingga tanah dan batuan membendung air sungai. Lama-kelamaan air mulai
menggenang, lahar panas menjadi dingin dan cekungan itu berubah menjadi danau
yang luas, orang-orang menyebut daerah itu “Danau Bandung”.
Setelah berhasil melewati ujian yang di berikan oleh Mpu
Wisesa, ia pun kemudian pulang dan melamar Sekar. Mpu Wisesa sangat senang,
murid nya terbukti sangat mencintai anak semata wayang nya, dan mencegah
bencana yang bisa muncul akibat lahar panas itu.
Tak lama kemudian mereka pun mengadakan pesta pernikahan
yang meriah, dihadiri oleh semua penduduk disekitarnya. Jaka tidak ada
kabar beritanya lagi.
Setelah bertahun-tahun Wira & Sekar dikaruniai banyak
anak dan cucu, sementara itu bendungan yang dibuat Wira mulai runtuh akibat
debit air yang tinggi. Lama-lama air di danau itu mulai mengering, tanah
nya menjadi subur dan gembur. Akhir nya mereka pun berpindah kesana, tak lupa
mengajak penduduk sekitar.
Lama kelamaan daerah itu menjadi ramai ditinggali dan
didatangi pengembara, karena danau nya sudah tidak lagi ada, mereka menyebut
nya Bandung. Menurut mitos nya penduduk asli kota Bandung berasal dari
keturunan Wira dan Sekar.
Begitulah Legenda fiktif Asal Mula Nama Kota Bandung, yang
berasal dari kata “bendung” atau “bendungan” yang dibuat oleh Wira untuk
memadamkan lahar panas Tangkuban Perahu.
Menurut sejarah bendungan (Danau Bandung) itu seluas daerah
antara Padalarang hingga Cicalengka (± 30 km) dan daerah antara Gunung
Tangkuban Parahu hingga Soreang (± 50 km).
Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.