Info terupdate
SISI LAIN REALITA
Indeks

Cerita Rakyat Bali – Kebo Iwa, Gugurnya Putra Terbaik Bali

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Monumen Kebo Iwa
Seorang bayi lelaki yang montok telah lahir. “Oekkk…
ooekkk…,” si bayi terus menangis. “Mungkin ia lapar,” kata ibunya. Namun meskipun
telah disusui, bayi itu masih terus menangis. Tangannya menggapai-gapai ke arah
nasi di meja.

“Dari tadi ia menunjuk nasi itu, Bu. Coba kau berikan
sedikit padanya,” kata suaminya. Tak dinyana, si bayi melahap nasi itu dengan
cepat dan menghabiskan sepiring nasi!.

Bayi itu tumbuh menjadi pemuda yang berbadan besar dan
bertenaga kuat. Orang memanggilnya Kebo Iwa, yang artinya Paman Kerbau. Ia
dinamai seperti itu karena ia makan seperti kerbau. Ia selalu makan dan makan.
Lama kelamaan, kedua orangtuanya yang semakin tua tak sanggup lagi memberinya
makan.

Itulah sebabnya mereka menemui kepala desa untuk memohon
bantuan. Sejak itu, penduduk desa bahu membahu memberi makan Kebo Iwa. Sebagai
balas budi, Kebo Iwa menjaga keamanan desanya.

Dengan badannya yang besar, ia tidak kesulitan mengalahkan
siapa saja yang hendak mengganggu desanya. Para warga sayang padanya. Meskipun
badannya besar, hatinya baik dan suka menolong.

Suatu hari, Raja Bedahulu mengundang Kebo Iwa ke istana.
Beliau hendak mengangkatnya menjadi patih. Kebo Iwa sangat tersanjung, “Hamba
akan mengabdikan hidup untuk menjaga kerajaan. Selama hamba masih bernapas,
Pulau Bali ini tak akan pernah dikuasai oleh siapa pun,” katanya mantap. Sejak
saat itu, Kerajaan Majapahit yang selalu menyerang Bali tak bisa lagi
mengganggu.

Sedangkan di Pulau Jawa, patih Kerajaan Majapahit yang
bernama Gajah Mada memang bertekad untuk menyatukan Nusantara. Ia bahkan
bersumpah untuk tidak menikmati kenikmatan duniawi jika tekadnya itu belum
tercapai. Sumpah itu dikenal dengan Sumpah Palapa.

Patih Gajah Mada mulai bingung. Semua serangannya ke Bali
gagal. Ia berusaha keras mencari cara untuk menguasai pulau Bali. Akhirnya ia
mendatangi Raja Bedahulu. “Kami dari Kerajaan Majapahit tak akan lagi menyerang
pulau Bali. Kami ingin bersahabat saja dengan rakyat Bali.” katanya. Raja
Bedahulu dan Patih Kebo Iwa percaya pada ucapan Patih Gajah Mada. Setelah
mereka mengadakan perdamaian, Patih Gajah Mada pun diundang pada jamuan makan
siang.

“Baginda Raja, hamba ingin mengundang Patih Kebo Iwa ke
Majapahit. Tentu Raja mengizinkan, bukan?” tanya Patih Gajah Mada.

Raja Bedahulu dan Kebo Iwa berembuk, tak ada salahnya
membalas kunjungan Patih Gajah Mada. Mereka setuju, Kebo Iwa akan berkunjung ke
Majapahit.

Setibanya di Majapahit, Kebo Iwa disambut dengan meriah.
“Inilah orang yang mengalahkan pasukan kita,” bisik rakyat Majapahit. “Selamat
datang Patih Kebo Iwa. Kami amat tersanjung atas kehadiranmu,” sambut Patih
Gajah Mada. Kebo Iwa lalu dijamu makan siang. Seperti biasa, Kebo Iwo makan
banyak sekali. “Patih Kebo Iwa, sepertinya hubungan kita sudah lebih baik,
bukankah begitu?” tanya Patih Gajah Mada.

“Ya, memang lebih baik hidup damai daripada terus
berperang”. “Jika begitu, maukah kau membantu kami?” tanya Patih Gajah Mada
lagi. “Apa itu?” tanya Kebo Iwa.

“Saat ini kerajaan kami sedang kekurangan air. Maukah kau
menggali sumur raksasa untuk kami? Dengan tenagamu yang kuat, tentu mudah
sekali menggalinya, bukan?”

Kebo Iwa dengan senang hati mengangguk, “Aku akan membantu
kalian.”

Keesokan haringa, Kebo Iwa mulai bekerja. Agak aneh, banyak
pasukan Majapahit mengelilinginya. Mereka seolah siap menunggu perintah. Kebo
Iwa tak curiga, ia terus menggali sumur. Dalam waktu singkat, ia sudah menggali
sangat dalam. Tiba-tiba terdengar teriakan Patih Gajah Mada “Laksanakan!!
Timbun ia dengan batu!” Bagai gempa bumi, batu-batu berhamburan ke dalam lubang
sumur itu. Kebo Iwa syok. Ia tak mengangka kalau ini adalah jebakan Patih Gajah
Mada.

Dengan segenap tenaga, Kebo iwa melempar balik batu-batu itu
ke atas. Batu-batu itu mengenai para prajurit Majapahit. Kebo Iwa melesat
keluar. “Rupanya kau menjebakku? Ketahuilah, aku telah bersumpah, selama aku
masih hidup, Bali tak akan bisa ditaklukkan oleh siapa pun!” teriaknya marah.

Kebo Iwa terlibat pertarungan sengit melawan Patih Gajah
Mada. “Mengerahlah Patih Kebo Iwa. Niat kami hanga ingin mempersatukan
Nusantara!” teriak Patih Gajah Mada. Kebo Iwa tak peduli. Ia terus menyerang
dan menyerang. Ketika keduanya mulai lelah, Patih Gajah Mada berkata “Sia-sia
saja kita melanjutkan pertempuran ini. Suka atau tidak, suatu saat Bali akan
kami kuasai. Niat kami mulia, bukan untuk menjajah atau menyengsarakan rakyat
Bali.” Kebo Iwa mulai bimbang. Melihat Patih Gajah Mada yang gigih, ia yakin
memang suatu saat Bali akan kalah.

Setelah diam beberapa saat, Kebo Iwa berkata, “Aku tahu
tujuanmu, tapi aku tak mungkin menyerah. Aku tak mau mengkhianati negara dan
rajaku. Aku telah bersumpah, untuk menjaga Bali seumur hidupku.”

“Jika begitu, aku harus membunuhmu,” kata Patih Gajah Mada.

“Kau tak mungkin membunuhku. Aku memiliki kesaktian yang
amat sangat. Kecuali satu hal, jika kau bisa menghancurkan gunung kapur dan
mengoleskannya ke kepalaku, maka kesaktianku akan hilang,” jawab Kebo Iwa.
Patih Gajah Mada terkejut, “Mengapa ia membuka rahasianya sendiri?” tanyanya
dalam hati. Patih Gajah Mada segera melesat menuju ke gunung kapur. Ia
menghancurkan gunung kapur dan membawa segenggam serbuk kapur. Sekali lagi
mereka terlibat pertempuran yang sengit. Patih Gajah Mada berusaha mengoleskan
serbuk kapur itu ke kepala Kebo Iwa.

Akhirnya Patih Gajah Mada berhasil. Kebo Iwa langsung lemas,
seolah tak bertenaga lagi. “Kau menang Patih. Bunuhlah aku, supaya kau bisa
menguasai Bali,” kata Kebo Iwa.

Patih Gajah Mada ragu, ia tak mungkin membunuh orang yang
sudah tak berdaya. Tapi Kebo Iwo terus mendesak, “Ingat cita-citamu. Kematianku
akan membawa kebaikan bagi kita semua.” Dengan terpaksa, Patih Gajah Mada
menancapkan kerisnya ke tubuh Kebo Iwo. Ia kagum akan jiwa kesatria Kebo Iwo
yang rela berkorban demi tujuan yang mulia. Akhirnya, Kebo Iwo menghembuskan
nafas terakhirnya. Sebelum meninggal, ia sempat berucap, “Semoga dengan
kematianku Nusantara dapat bersatu. Tidak ada lagi peperangan dan perpecahan.”
Patih Gajah Mada menjawab, “Aku berjanji akan mewujudkan persatuan Nusantara.
Yakinlah, kematianmu tidak akan sia-sia.”

Akhirnya Bali kehilangan putra terbaiknya. Kerajaan
Majapahit menaklukkan Bali dengan mudah. Namun, sesuai janji Patih Gajah Mada
pada Kebo Iwa, niatnya memang murni untuk menyatukan Nusantara, bukan untuk
menjajah atau menyengsarakan rakyat Bali.


Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.