Info terupdate
SISI LAIN REALITA
Indeks

Asal Mula Anak Sungai Mahakam

Sungai Mahakam merupakan sungai terbesar di Kalimantan
Timur. Sungai yang panjangnya mencapai 920 km dengan lebar 300-500 meter ini
memliki banyak anak sungai. Menurut cerita, sebagian anak Sungai
Mahakam terbentuk akibat sebuah peristiwa yang pernah terjadi di
daerah tersebut. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam cerita Asal
Mula Anak Sungai Mahakam.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Dahulu, di sekitar hulu Sungai Mahakam, terdapat sebuah
pondok besar yang dihuni oleh tiga orang bersaudara. Saudara tertua seorang
gadis bernama Siluq, saudara kedua bernama Ayus, serta yang paling bungsu
bernama Ongo. Mereka memiliki tabiat dan keahlian yang berbeda-beda, kecuali si
bungsu yang masih kecil. Siluq adalah gadis yang gemar melakukan bebelian (ritual
adat) dan bedewa (memuja dewa) untuk mencari kesaktian. Hampir setiap
hari dan malam hari gadis itu bersemedi sehingga terkadang lupa makan dan
minum.

Sementara itu, Ayus adalah seorang remaja lelaki yang
ceroboh dan suka mencampuri urusan kakaknya. Ayus memiliki badan yang besar dan
kuat. Pohon besar dapat dengan mudah dicabutnya. Langkah kakinya juga sangat
panjang sehingga ia dapat berlari secepat angin. Sedangkan si Bungsu yang masih
berumur belasan tahun tidak memiliki keahlian apa-apa kecuali makan dan tidur.

Suatu malam, Ayus dan Ongo tidak dapat tidur karena tilam (kasur)
dan bantal mereka basah. Malam itu, hujan lebat turun semalam suntuk sehingga
menyebabkan atap rumah mereka bocor, air hujan pun menerobos masuk ke dalam
pondok mereka. Siluq tidak merasakan datangnya hujan karena sedang
khusyuk bebelian dan bedewa.

Pagi harinya, Ayus dan Ongo bermaksud ke hutan untuk mencari
daun serdang untuk mengganti atap rumah mereka yang rusak. Saat itu, Siluq
tampak masih bebelian dan bedewa. Sebenarnya, Ayus merasa
kesal melihat kelakukan kakaknya yang seolah-olah tidak menghiraukan keadaan
rumah mereka.

“Kak Siluq, hari sudah siang!” seru Ayus, “Aku dan Ongo
hendak ke hutan mencari daun serdang. Setelah selesai bebelian, kakak yang
nanti memasak untuk makan siang!”

Mendengar suara adiknya, Siluq pun terkejut dan tersadar
dari semedinya. Ia merasa amat kecewa karena semedinya belum selesai tapi sudah
dibangunkan oleh adiknya.

“Baiklah, aku nanti yang memasak,” jawab Siluq yang kemudian
berpesan kepada kedua adiknya, “Sepulang dari hutan, jangan sekali-kali kalian
membuka tutup periuk. Cukup kalian tambahkan kayu bakar jika memang apinya
mulai kecil.”

“Baik, Kak,” jawab Ayus dan Ongo serempak.

Ketika Ayus dan Ongo berangkat ke hutan, Siluq segera
mengambil beberapa lembar daun padi untuk dimasak. Setelah dibersihkan, daun
padi itu ia masukkan ke dalam periuk yang sudah diisi air. Setelah itu, ia
kembali melanjutkan semedinya dan berdoa kepada dewa agar daun padi yang
dimasak itu berubah menjadi nasi.

Menjelang siang, Ayus dan Ongo sudah kembali dari hutan
dengan membawa daun serdang. Mereka terlihat sangat lelah dan lapar. Ayus pun
langsung masuk ke dapur. Alangkah kecewanya ia saat melihat periuk nasi masih
terjerang di atas tungku.

“Kenapa pancinya masih di atas tungku? Jangan-jangan nasinya
belum matang,” gumam Ayus.

Ayus penasaran ingin mengetahui isi panci itu. Maka, ia pun
segera membuka penutup panci tersebut. Betapa terkejutnya ia tatkala melihat
panci itu yang di dalamnya hanya terdapat beberapa lembar daun padi dan
sebagian lainnya berupa nasi. Takut ketahuan oleh kakaknya, ia cepat-cepat
menutup kembali panci itu.

Sementara itu, Siluq baru saja selesai bebelian. Ia
kemudian menuju ke dapur untuk memastikan apakah nasinya sudah tanak atau
belum. Begitu ia membuka penutup panci itu, dilihatnya masih ada beberapa
lembar daun padi yang tersisa.

“Hai, bukankah seharusnya nasi ini sudah matang semua? Tapi,
kenapa masih ada beberapa lembar daun padi yang tersisa?” gumam Siluq dengan
heran, “Ini pasti perbuatan Ayus. Anak itu telah melanggar pesanku.”

Siluq terlihat sangat marah. Karena perilaku adiknya itu,
kini kesaktiannya memasak daun padi menjadi nasi telah hilang. Dengan kesal, ia
segera menghampiri Ayus yang sedang duduk beristirahat di samping pondok
mereka.

“Hai, Ayus. Kamu telah melanggar pesanku. Tidak ada lagi
gunanya kita tinggal bersama. Lebih baik aku pergi dari sini. Aku akan tinggal
di dekat pusat air. Di sana aku dapat bebas bebelian dan bedewa
tanpa ada yang mengganggu,” kata Siluq.

Usai berkata demikian, Siluq segera mengemas pakaiannya.
Sebelum pergi, ia membawa ayam jantan sakti kesayangannya. Siluq kemudian
menyusuri sungai menuju hilir dengan menggunakan rakit. Sebelum berangkat, ia
berpesan kepada adik-adiknya.

“Aku harus pergi sekarang. Jagalah diri kalian baik-baik,”
ujar Siluq.

Ayus terdiam. Ia merasa amat menyesal atas perilakunya
sendiri yang menyebabkan kakaknya pergi. Ketika melihat rakit yang ditumpangi
Siluq melaju di atas aliran sungai yang deras, cepat-cepatlah ia berlari hendak
menghalangi kakaknya. Dengan kecepatan lari yang luar biasa, ia dapat
mendahului kakaknya jauh di depan. Ayus kemudian mengambil batu-batu besar dan
melemparkannya ke tengah Sungai Mahakam sehingga terbentuklah bendungan. Rakit
yang ditumpangi Siluq pun mulai melambat. Ketika Siluq tiba di dekat bendungan
itu, ia memberintahkan jantan saktinya berkokok.

“Berkoteklah, ayamku!” seru Siluq.

Ayam jantan itu pun berkokok. Suara kokok ayam sakti itu pun
seketika menghancurkan bendungan yang dibuat Ayus. Suliq dengan rakitnya pun
kembali melaju menuju ke hilir. Ayus tidak mau kalah, ia berlari kencang
mendahului kakaknya dan membuat bendungan lagi. Ketika ayam jantan milik
kakaknya berkokok, bendungan itu kembali hancur berkeping-keping. Demikian hal
tersebut terjadi berulang-ulang sehingga Siluq dengan rakitnya tetap mampu
menghilir karena kesaktian suara kokok ayamnya. Menurut cerita, bekas-bekas
bendungan tersebut kini menjadi keham atau jeram di hulu Sungai
Mahakam.

Sementara itu, rakit yang tumpangi Siluq terus melaju hingga
akhirnya tiba di muara Sungai Mahakam. Ayus tidak mampu lagi membuat bendungan
karena tidak ada lagi batu-batu besar di daerah itu. Dengan kekuatannya, ia
menambak kuala sungai dengan mengambil lumpurnya dan mencabut nipah-nipah yang
tumbuh di pinggir sungai. Nipah-nipah tersebut kemudian ditanam pada tambak
buatannya sehingga terbentuklah hutan nipah. Setelah itu, Ayus menunggu rakit
Siluq melewati tempat itu.

Tak berapa Ayus menunggu, dari kejauhan tampaklah rakit
Siluq sedang melaju ke hilir. Ketika rakit itu hendak melewati hutan nipah
buatan Ayus, ayam jantan Siluq berkokok. Tak ayal, hutan nipah itu pun hancur
sehingga terbentuklah aliran-aliran sungai yang kini bernama Kuala Bayur, Kuala
Berau, dan sejumlah delta di Kuala Mahakam.

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke laut lepas, Siluq
berpesan kepada Ayus.

“Ayus, tolong jangan lagi kau halang-halangi jalanku.
Biarkanlah aku mendekatkan diri kepada Sang Hyang Dewata di pusat air,” pinta
Siluq, “Aku akan bebelian dan bedewa untuk menenteramkan
jiwa. Dari sana, aku akan menjaga kamu dan Ongo.”

Usai berpesan, Suliq dan rakitnya tiba-tiba menghilang dan
muncul kembali di pusat air. Alangkah terkejutnya Ayus saat menyaksikan peristiwa
itu. Ia benar-benar tak kuasa menahan kepergian kakaknya. Ia pun merasa
menyesal karena telah melanggar janjinya.

Demikian cerita Asal Mula Anak Sungai Mahakam dari
daerah Kalimantan Timur. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas
adalah bahwa orang yang suka mengingkari janji seperti Ayus akan menerima
balasannya. Karena telah melanggar janji, Ayus pun harus berpisah dengan
kakaknya


Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.