Tekanan Cinta Bowo |
Hari senin itu, setelah upacara bendera yang amat sangat
melelahkan karena terik matahari yang sangat menyengat, Bowo duduk-duduk di
kebun belakang sekolah bersama-sama dengan semua teman sekelasnya. Ketika itu
Bowo, yang sudah kelas 5 tingkat SD itu menjadi salah satu petugas upacara.
Tidak tanggung-tanggung, dia adalah seorang pemimpin upacara. Dia dipilih
sebagai pemimpin upacara karena ia memang seorang yang sangat tegas dan nampak
sangat berwibawa dengan perawakan postur tubuh yang kekar dan agak sedikit
besar.
dan juga menjadi panutan teman-teman lainnya. Bila Dia bilang A maka teman
sekelasnya mengikuti A, bilang B teman sekelasnya ikut B. Ia pun mendapat
julukan maskot sekolah. Selain sering jadi pemimpin kegiatan baik itu upacara,
pramuka dan lainnya, Ia pun juga ditunjuk sebagai ketua kelas di kelas 5 A
dengan alasan yang sama. Oleh karena ketegasannya itulah Bowo disukai dan
disenangi banyak orang. Terutana para gadis. Taka hanya gadis di kelas 5 A saja
yang menyukai dia. Bahkan dari kelas 4 sampai dengan kelas 6 pun banyak yang
suka padanya. Maka dari itu ia ibarat “bunga sekolah”, bayangan dirinya selalu
bergelayut-gelayut indah diatas pikiran para wanita yang “tidak berdosa”.
Kisah cinta Bowo pun tidak kalah menariknya. Tidak
diduga-duga ia pernah ganti pasangan. Era adalah wanita pertama yang dicintai
oleh Bowo. Suatu ketika setelah upacara 17 Agustus-an mereka berencana untuk
bertemu bersama-sama dikebun belakang sekolah. Perencanaan itu dilakuakan hari
sebelum upacara 17 Agustusa-an. Ketika bowo sedang asyik membaca buku IPA, Era
memberanikan diri untuk mendekat kepada Bowo.
“Eh, Bowo kamu tahu gak apa yang aku rasakan saat ini”,
tanya Era pada Bowo.
“Emang apa yang kamu rasakan?”, Jawab Bowo.
“Kamu tahukan anak yang tercantik di sini siapa?”, balas Era
lagi.
Memang anak yang paling cantik adalah Era. Dengan uraian
rampbutnya yang panjang, bibirnya yang tipis mempesona, dan juga kulit tubuhnya
yang putih, tak heran kalau ia dijuluki sebagai anak tercantik di sekolah
tersebut. Perempuan yang sudah beranjak kelas 6 memang sedari dulu sudah sangat
terpesona dengan Bowo. Di kamarnya banyak terpampang foto-foto Bowo. Ia
mendapat foto-foto itu dari hasil motret secara sembunyi-sembunyi. Sampai pada
saat ini ia memberanikan diri untuk melakukan pendekatan kepada Bowo.
“Ehm siapa ya?” Krang tahu sorry ya aku kurang up date.”
Kata Bowo balik bertanya.
“Ah, itu tidak penting. Eh besok setelah upacara kita bisa
ketemuan gak di kebun belakang sekolah tempat biasanya kamu dengan
temen-temenmu?”, Pinta Era.
“Ada apa?”, tanya bowo bingung.
“Ada deh. Ada yang spesial untuk kamu besok. Da….”, Sambil
berlari meninggalkan Bowo.
Era tidak memperdulikannya karena Era memang sengaja
langsung meninggalkan Bowo untuk mengantisipasi penolakan Bowo terhadap dirinya
atas permintaan tadi. Padahal bowo sudah pasti dirinya tdak akan menolak karena
sasaran cintanya saat itu memang hanya tertuju pada Era yang gadis tercantik di
sekolah.
Sampailah pada saat yang dinanti-nanti oleh Era. Sebenarnya
Era ingin menyatakan cintanya pada Bowo. Bowo yang memang juga telah lama
menaruh cinta pada Era sangat bersemangat untuk mendatangi kebun belakang
sekolah itu. Di sana Bowo melihat Era sedang menantinya sedang duduk di bawah
pohon besar disamping jalan setapak menuju arah sawah dan sekolah. Terlihat Era
sedang membawa sesuatu di tangan kanan dan kirinya. Setelah mereka saling
berhadap-hadapan, si Era membuka pembicaraan.
“Ahh, Kamu telat, walau pun gak lama”, kata Era.
“Sorry, aku tadi harus mengembalikan alat-alat yang
digunakan untuk upacara.” Jelas Bowo.
Memang selain menjadi petugas upacara, Ia juga membantu para
panitia yang menyiapkan upacara baik itu menyiapkan peralatan upacara maupun
pengemasan alat-alat yang digunakan untuk upacara.
“Ok ok….. aku tahu kok kalau kamu sibuk, tapi mbok ya kamu
itu peduli sedikit dengan janjimu. Sudahlah kalau begitu ada yang mau akau
sapaikan ke kamu.” Jelas Era.
Sambil sedikit gemetar, Bowo yang sudah sedari dulu memendam
rasa cinta yang amat sangat kepada Era balik bertanya, “ada apa sih Er? Kalau
ada yang harus kamu ungkapkan langsung saja deh.”
“Sabar dong. Ini lihat ditangan kananku aku membawa roti dan
permen, sedang di tangan kiriku aku membawa cabai.” Jelas Era.
“Trus?” Jawab Bowo.
Era menjelaskan masing-masing hal yang berkenaan dengan
barang yang ada di tangannya. “Gini, kalau kamu memilih roti dan permen di
tangan kanan ku ini, maka kamu aku anggap kamu telah memberi aku yang enak-enak
dan manis-manis seperti roti dan permen ini, kamu sama saja dengan membawa
hatiku ini kepada yang aku senangi, tapi bila kamu memilih cabai ini maka kamu
saja telah melukai hatiku, seperti perihnya luka yang terkena cabai ini.
Intinya apabila kamu menerima cintaku kamu harus memilih apa-apa yang ada di
tangan kananku ini, sedangkan kalau kamu menolak cintaku maka kamu akan memilih
cabai ini.”
Dengan begitu Era melakukan “penembakan” kepada Bowo.
Dengan hati yang berdegup-degup sebenarnya ia akan
menentukan pilihannya, namun Era memotong lagi.
“Oh ya lupa, ada beberapa hal yang harus kamu penuhi
sebelumnya. Aku mau kamu meninggalkan apa-apa yang telah kamu punya. Seperti
meninggalkan jabatan sebagai ketua kelas, meningglakan jabatan sebagai pemimpin
upacara dan sebagainya, karena aku hanya ingin waktu kamu hanya untuk aku.”
Jelas Era yang sedikit egois.
Dengan seketika Bowo langsung menyambar barang yang ada di
tangan kiri Era seraya mengucapkan, “maaf-maaf saja kalau aku harus
meninggalkan apa yang sudah menjadi tanggung jawabku. Aku memang mencintaimu
sudah sedari dulu, tapi rasa itu baru saja hilang karena kata-kata egoismu yang
hanya mementingkan dirimu sendiri.”
Setelah itu Bowo berbalik badan dan langsung meninggalkan
Era seketika itu. Ia tidak mau melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang
pemimpin. Ya seperti itulah sosok Bowo yang berwibawa.
Hancur sudah perasaan Era yang sedari dulu menaruh cinta
pada Bowo. Ia menyesal telah mencintainya dan berjanji akan mambuat perhitungan
dengan si Bowo. Karena hal inilah terjadi perselisihan antara kelas 5 A, kelas
milik Bowo terhadap kelas 6, yakni kelas milik Era. Bahkan mereka pernah saling
lempar-lemparan batu kearah satu sama lain. Hingga membawa korban yang terkena
batu sampai kepalanya bocor, dia adalah Udin teman sekelas dari Bowo. Para guru
pun tidak tahu akan perseteruan ini, karena mereka melakukan “perang dingin”
antara kelas satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu tak ada yang menghentikan dan tak
ada yang merelai perseteruan itu berakhir dengan sendirinya. Hubungan kembali
seperti semula, tak ada perselisihan sama sekali.
Kembali ke Bowo. Karena kejadian itu ia sama sekali tak
menaruh rasa lagi dengan Era walaupun ia dulunya adalah cinta pertamanya atau
bisa juga disebut cinta pada pandangan pertama. Dia sekarang menaruh hati pada
wanita lain. Dia adalah Kiki, seorang anak sederhana memakai kerudung, pandai
dan baik hati. Dia sama dengan Bowo kelasnya, yaitu kelas 5 namun ia yang kelas
B. Bowo mengetahui seluk beluk dari gadis sederhana itu ketika gadis itu
menjadi petugas upacara, yaitu sebagai pembaca do’a yang baru menggantikan
pembaca do’a yang lama. Ia mulai merasakan hal itu ketika ia merasakan dalam
hatinya suara Kiki yang membawakan do’a yang dibacakan ketika upacara bendera.
Sampai suatu ketika Bowo memiliki suatu rencana yang akan dan harus ia
laksanakan agar tak menjadi beban yang akan membebaninya. Tak salah lagi, ia
akan menyampaikan perasaannya pada Kiki. Diterima atau tidak cintanya ia tidak
perduli asalkan gadis itu tidak membatasi kegiatannya.
Karena perasaan Bowo yang tidak menentu ia memutuskan untuk
tidak secara langsung mendatangi Kiki untuk janjian seperti halnya yang
dilakukan Era terhadapnya. Tapi ia mengajak ketemuan melalui surat yang ia
titipkan pada seorang lelaki teman baiknya yang berada di kelas B yang bernama
Jaelani. Jaelani tidak tahu kalau itu adalah surat undangan untuk Kiki bahwa
Bowo akan merencanakan sesuatu pada Kiki. Soalnya Bowo bilang bahwa surat itu
surat untuk izin sesuatu yang berhubungan dengan upacara bendera. Jaelani pun
tanpa rasa curiga menyampaikan surat itu kepada Kiki. Isi dari srat itu adalah
sebagai berikut ini.
“Aduhai Dinda, kau bagaikan bunga yang bermekaran diantara
bunga lain yang sedang layu. Harummu sampai merusak pencumanku, keindahanmu pun
bagaikan hiasan-hiasan bunga yang amat sangat indah. Perkenankan aku untuk
menemuimu ya nanti siang seusai sekolah di kebun belakang sekolah, di bawah
pohon rindang samping jalan setapak.”
Salam hangat dari pemuja rahasiamu
Bowo
Kiki yang dititipkan kepada teman sekelas Kiki.
Membaca surat yang berisi undangan itu Kiki kaget dan
pikirannya langsung melayang.
Dalam benaknya bergumam, “apakah ini nyata ya? Masak ada
anak gagah perkasa kayak Bowo, penuh tanggung jawab tertarik pada diriku yang
banyak kurangnya ini. Tapi tidak apalah inikan undangan.”
Seusai sekolah siang itu, Kiki langsung menuju ke tempat
yang ditulis sesuai dengan yang ada di surat itu. Di sana ia melihat ada
seorang anak yang bertubuh tegap sedang duduk di bawah pohon besar di samping
jalan setapak. Kiki datang dan menghampiri anak itu yang tidak lain dan tidak
bukan adalah Bowo yang dengan ikhlas menunggu kehadiran dari Kiki ini. Tak
panjang lebar Bowo langsung membuka pembicaraan.
“Kamu sudah terima surat dari si Jaelani ya?” Tanya Bowo.
“Oh itu ya. Sudah kok Bang” Jawab Kiki lugu.
“Lho kok dipanggil bang, panggil saja Bowo, kita kan
sama-sama kelas 5 nya. Kalau kamu panggil bang nanti aku kelihatan tua dong.”
Jelas Bowo dengan nada yang naik turun.
“Iya Bang, Ehh Bowo.” Balas Kiki.
“Kiki kamu tahu nggak mengapa kamu aku undang kemari?” Tanya
Bowo lagi.
“Enggak.” Jawab Kiki singkat.
Bowo melanjutkan lagi pembicaraannya, “Gini Ki, Kamu tahukan
kalau aku amat sangat suka pada orang yang mempunyai sura yang indah. Seperti
kamu ini yang ketika berdo’a mampu membawaku seperti sampai ke Rabb ku.
Langsung saja ya. Maukah kamu menjadi kekasih ku Ki? Aku sangat berharap kamu
mau menerima aku sebagai orang yang istimewa bagi kamu. Tapi mungkin ada yang
harus kamu tahu sebelumnya, aku tidak bisa melepas tanggung jawab ku di sekolah
baik itu sebagai ketua kelas maupun sebagai pemimpin upacara. Gimana? Apa pun
jawabanmu aku terima kok, kamu jangan memaksakan kalau kamu memang benar-benar
tidak suka padaku, mungkin kita bisa hanya menjadi teman saja”
Kiki nampaknya tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu dan
bibirnya pun membisu seribu bahasa. Hanya anggukan saja yang menjadi sinyal
untuk Bowo bahwa ia benar-bnar menerima cintanya.
“Kalau begitu mari kita rajut dan kumpulkan butiran-butiran
asmara yang telah jatuh dan berserakan diantara kita. Kita susun bersama-sama
agar nantinya bisa sampai kekal abadi selamanya.” Terang Bowo sambil memegang
tangan Kiki serta mengelus-elusnya.
Hanya butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk melakukan
pembicaraan itu. Akhirnya mereka pulang kerumah bersama-sama karena arah rumah
mereka sama, namun lebih dekat rumah Bowo. Jadi, Bowo lebih pulang dahulu
meninggalkan Kiki.
Bowo pamit ke Kiki sambil mengucap, “Do’ku menyertai kamu
dan hatiku akan selalu bedekatan dengan hatimu. Sampai jumpa besok di sekolah
ya adinda.”
Kiki hany tersenyum manis sambil mengangguk. Sebenarnya
perasaan Kiki juga gembira akan hal itu. Ia ingin merasakan hubungan yang
istimewa dengan seseorang yang sangat bertanggung jawab seperti Bowo. Ia tidak
menolak ungkapan cinta dari Bowo karena ia tahu bahwa Bowolah orang yang
ditunggu-tunggu oleh Kiki karena tanggung jawabnya.
Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.