Sogo Hirata merupakan salah satu cerita dongeng dari negeri sakura yang fenomenal |
Cerita Dongeng Si Jempol (Shogo Hirata)
Pada jaman dahulu hiduplah sepasang kakek dan nenek yang
tidak dikaruniai anak.
Setiap pagi mereka berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai anak.
Pada suatu hari, karena mereka selalu berdoa dengan khusuk, terdengarlah suara
tangis bayi dari altar pemujaan mereka.
“Uwaa… uwaa…”
“Tuhan memberi kita seorang anak.” Dengan hati-hati kakek mengangkat
bayi itu dari altar.
Bayi itu adalah seorang anak laki-laki kecil.
“Manisnya bayi ini.”
Kakek dan nenek senang sekali bermain dengannya dan
membuatkannya pakaian. Tetepi bayi itu hanya tumbuh sampai
sebesar jempol, tidak membesar lagi. Kakek dan nenek
menamakannya si Jempol. Walaupun kecil, si Jempol adalah anak laki-laki yang
sehat dan periang. Tetapi anak-anak di dekat rumahnya mengganggu si Jempol
dengan seekor katak. Ketika si Jempol pulang dengan menangis, kakek memberinya
semangat, “anak laki-laki tidak boleh menangis.”
Pada suatu hari si Jempol berkata kepada kakek, “Walaupun
badanku kecil, aku ingin menjadi seorang laki-laki kuat dan tak
terkalahkan. Karena itu aku akan pergi ke kota berlatih tapa
agar aku menjadi kuat. Biarkanlah aku pergi.” Kata si Jempol.
Kakek terkejut, tetapi katanya, “Untuk seorang anak yang
baik, ada peribahasanya bila ia akan bepergian. Pergi, menjadi kuat, dan kembalilah.”
Nenek segera mempersiapkan keberangkatan si Jempol.
Pedangnya dibuat dari jarum. Tudungnya dari mangkuk kayu, dan tongkatnya dari
sumpit. Ia dipakaikan kimono baru yang indah.
“Wah, kau berbeda sekali, tampak seperti pemuda yang gagah.”
Kata nenek dengan bangga. Si Jempol pun entah bagaimana merasa ada tenaga yang
keluar dari dalam dirinya.
“Kakek, nenek, aku pergi.”
“Hati-hati, ya.”
“Setelah kau menjadi orang hebat, pulanglah.”
Kakek dan nenek melepas kepergian si Jempol, mereka terus saja
melambaikan tangan. Si Jempol yang memakai tudung mangkuk dari kayu dan membawa
tongkat sumpit, berjalan menyusuri jalan berbunga di musim semi, menuju kota.
Setelah berjalan beberapa saat, ia tiba di semak belukar yang lebat. Bagi si
Jempol, di situ benar-benar seperti hutan rimba. Ia sangat bingung, tidak tahu
di mana barat dan timur. Ia tersesat.
Tiba-tiba, seekor semut lewat di dekat si Jempol yang sedang
kebingungan.
“Semut, maukah engkau memberitahu aku jalan menuju kota?”
“Coba kupasang telingaku dulu.”
“Hei! Terdengar suara sungai. Kalau kau telat keluar dari
semak belukar dengan pertolongan suara air sungai, turunlah ke sungai. Nanti
kau akan tiba di kota.”
“Terima kasih, Semut.”
Setelah diberitahu caranya oleh Semut, si Jempol turun ke
sungai dengan dibantu oleh ikan-ikan koi, ia naik perahu mangkuk kayu dan
mendayung dengan sumpitnya. Lalu ikan-ikan berkata kepadanya.
“Hai, Jempol, kau mau pergi ke mana?”
“Aku mau pergi ke kota untuk berlatih tapa.”
“Kota masih jauh. Selamat, ya.”
Dengan dituntun oleh ikan-ikan, ia mendayung perahunya
sampai akhirnya tiba di sungai yang tenang.
Lalu datanglah seekor kupu-kupu.
“Kupu-kupu, kota ada di mana?”
“Untuk pergi ke kota, teruslah pergi ke arah kanan, besok
kau akan sampai di kota.”
“Terima kasih, Kupu-kupu.”
Si Jempol terus mendayung. Akhirnya si Jempol tiba di kota.
Ia
segera memanjat tonggak jembatan dan melihat berkeliling ke
arah kota yang luas.
“Kota ternyata tempat yang ramai sekali.”
“Sekarang aku ingin menjadi seorang pengawal, aku akan
mencari rumah seorang tuan tanah.” Kata si Jempol bersemangat. Si Jempol
berjalan keliling kota, dan akhirnya tiba di sebuah rumah yang indah.
“Permisi. Aku ingin memohon sesuatu kepada anda.” Mendengar
suara yang keras, dari dalam gedung itu keluarlah seorang tuan tanah dan
putrinya.
“Oh! Kecilnya anak laki-laki ini.”
“Sebenarnya, apa keperluanmu?”
“Ya! Jadikanlah aku sebagai pengawalmu.”
“Menjadi pengawal? Apa yang bisa kau lakukan dengan badan
yang
kecil begitu?”
Tuan tanah itu terlepas tawanya karena takjub.
“Walaupun badanku kecil, kepandaian dan keberanianku tak
terkalahkan oleh siap pun.” Pada saat itu “ngg…” seekor lebah datang akan
menyengat wajah sang Putri.
Si Jempol dengan cepat menarik pedangnya dan mengusir lebah
itu dengan menusuk sayap-sayapnya.
“Oh, terimakasih. Ayah, jadikanlah dia pengawalku.”
“Walaupun kecil, kau adalah seorang anak laki-laki
pemberani. Mulai sekarang, jagalah Putriku.” Begitulah akhirnya si Jempol
menjadi pengawal sang Putri.
Si Jempol, mulai sekarang kita akan selalu bersama.”
“Ya, apa pun yang terjadi aku akan menjagamu.”
Sang Putri berlaku amat baik kepada si Jempol.
“Jempol, untuk menjadi orang hebat, tidak bisa hanya dengan
kuat
saja. Kau juga harus belajar ilmu pengetahuan.” Karena sang
Putri mengajar si Jempol dengan penuh perhatian, maka si Jempol jadi bisa
menghafal huruf, membaca dan menulis. Si Jempol segera mengirim surat ke
kampung halamannya. Kakek dan nenek merasa senang sekali.
Pada suatu hari sang Putri berangkat menuju kuil. Tentu saja
si Jempol menemaninya, tetapi betapapun cepatnya ia berjalan, sang Putri pasti
tak terkejar. Putri pun berjalan sambil memasukan si Jempol dalam lengan
bajunya.
Akhirnya ia tiba di jalan setapak di gunung, dan munculah
monster-monster yang menakutkan.
“Hei! Tunggu, tunggu. Anak perempuan itu akan kubawa pulang
dan kujadikan istriku.”
“Aah, toloooong.”
Monster itu bermaksud menangkap sang Putri. Si Jempol yang
bersembunyi di lengan kimono sang Putri, segera melompat dan menghunus pedang
jarumnya.
“Eei! Putriku yang cantik dikawal oleh orang sejempol!”
“Sakit! Huh, makhluk sombong!” teriak monster yang jarinya
tertusuk. Lalu “hop” ia menelan si Jempol. Karena si Jempol ditelan monster,
Putri pingsan. Tetapi, walaupun berada di dalam perut monster, siJempol terus
berusaha.
“Akan kubunuh monster jahat ini.” Dengan pedangnya, si
Jempol
menusuk-nusuk perut monster.
“Sakiit, sakiiit. Toloooong!”
Karena tidak bisa menahan rasa sakit, akhirnya monster
menangis. Monster itu kesakitan. Karena tak tahan, ia jatuh tersungkur. Saat
itulah ia tergelincir jatuh dari tebing yang curam.
Si Jempol dalam sekejap melompat keluar dari perut monster
dan menolong sang Putri. Para monster yang marah melawan dengan
berani.
“Hei! Monster-monster. Hadapi si Jempol ini!”
Monster-monster itu gemetar ketakutan.
“Jempol, maafkan kami. Kami tak akan berbuat jahat lagi.”
Monster-monster yang lain lari ketakutan. Si Jempol menjadi iba.
“Maukah kau berjanji tak akan berbuat jahat lagi kepada
orang?’
“Ya, aku berjanji. Sebagai tanda janjiku, kuberikan palu
kecil berharga milik keluargaku.” Para monster itu sudah lari jauh sekali. Sang
Putri datang mendekat.
“Jempol, terima kasih. Palu kayu kecil ini, apa?”
“Palu berharga milik keluarga monster. Kalau kita goyangkan
palu
ini, apa yang kita minta akan dikabulkan.”
“Wah, ajaib sekali. Jempol, apakah engkau mempunyai suatu
keinginan?”
“Ya. Aku ingin menjadi manusia normal.”
“Itu ide yang bagus. Ayo, cepat coba goyangkan palu ini.
Jempol, membesarlah.”
Setelah Putri menggoyangkan palu itu, apa yang terjadi?
Tubuh si Jempol yang kecil menjadi semakin besar, dan dalam sekejap ia berubah
menjadi seorang samurai muda yang tampan.
“Oh, Jempol. Kau adalah seorang yang tampan.”
Putri dan si Jempol pulang bersama-sama. Kakek amat terkejut
melihat si Jempol yang telah menjadi samurai, ia bertanya apa yang telah
terjadi.
“Jempol, terima kasih karena engkau telah menolong Putriku.
Keberanianmu sangat mengagumkan. Menjadi besarnya engkau
adalah karunia Tuhan.”
“Ya, aku amat bersyukur.”
“Ngomong-ngomong, aku punya satu permintaan.”
“Apakah permintaan tuan itu?”
“Maukah engkau menikah dengan anakku?”
Dengan malu si Jempol menjawab, “Ya, dengan senang hati.”
Putri pun memerah pipinya. Begitulah, si Jempol dan Putri
menikah. Kemudian mereka mengajak kakek dan nenek tinggal di kota, dan mereka
hidup bahagia selamanya.
Pesan moral
Jadi yang dapat kita teladani dari dongeng Si Jempol ini
adalahDi mana sebenarnya letak kekuatan dari badan yang kecil!
Usaha keras dari si Jempol memberikan suatu semangat kepada
kita, ya.
Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.