Legenda Asal Mula Pulo Kemaro adalah sebuah legenda yang
mengisahkan asal mula terjadinya Pulau Kemaro di daerah Palembang, Sumatra
Selatan, Indonesia. Menurut cerita, pulau tersebut merupakan penjelmaan Siti
Fatimah putri Raja Sriwijaya yang menceburkan diri ke Sungai Musi hingga tewas.
Peristiwa tewasnya putra Raja Sriwijaya tersebut disebabkan oleh tindakan
ceroboh yang dilakukan oleh kekasihnya bernama Tan Bun Ann, putra Raja Negeri
Cina. Kecerobohan apa yang telah dilakukan oleh Tan Bun Ann? Kisahnya dapat
Anda ikuti dalam cerita Legenda Pulo Kemaro berikut ini.
Alkisah, di daerah Sumatra Selatan, tersebutlah seorang raja
yang bertahta di Kerajaan Sriwijaya. Raja tersebut mempunyai seorang putri yang
cantik jelita bernama Siti Fatimah. Selain cantik, ia juga berperangai baik.
Sopan-santun dan tutur bahasanya yang lembut mencerminkan sifat seorang putri
raja. Kecantikan dan keelokan perangainya mengundang decak kagum para pemuda di
Negeri Palembang. Namun, tak seorang pun pemuda yang berani meminangnya, karena
kedua orang tuanya menginginkan ia menikah dengan putra raja yang kaya raya.
Pada suatu hari, datanglah seorang putra raja dari Negeri
Cina bernama Tan Bun Ann untuk berniaga di Negeri Palembang. Putra Raja Cina
itu berniat untuk tinggal beberapa lama di negeri itu, karena ia ingin
mengembangkan usahanya. Sebagai seorang pendatang, Tan Bun Ann datang menghadap
kepada Raja Sriwijaya untuk memberitahukan maksud kedatangannya ke negeri itu.
“Ampun, Baginda! Nama hamba Tan Bun Ann, putra raja dari
Negeri Cina. Jika diperkenankan, hamba bermaksud tinggal di negeri ini dalam
waktu beberapa lama untuk berniaga,” kata Tan Bun Ann sambil memberi hormat.
“Baiklah, Anak Muda! Aku perkenankan kamu tinggal di negeri
ini, tapi dengan syarat kamu harus menyerahkan sebagian untung yang kamu
peroleh kepada kerajaan,” pinta Raja Sriwijaya.
Tan Bun Ann pun menyanggupi permintaan Raja Sriwijaya. Sejak
itu, setiap minggu ia pergi ke istana untuk menyerahkan sebagian keuntungan
dagangannya. Suatu ketika, ia bertemu dengan Siti Fatimah di istana. Sejak
pertama kali melihat wajah Siti Fatimah, Tan Bun Ann langsung jatuh hati.
Demikian sebaliknya, Siti Fatimah pun menaruh hati kepadanya. Akhirnya, mereka
pun menjalin hubungan kasih. Karena merasa cocok dengan Siti Fatimah, Tan Bun
Ann pun berniat untuk menikahinya.
Pada suatu hari, Tan Bun Ann pergi menghadap Raja Sriwijaya
untuk melamar Siti Fatimah.
“Ampun, Baginda! Hamba datang menghadap kepada Baginda untuk
meminta restu. Jika diperkenankan, hamba ingin menikahi putri Baginda, Siti
Fatimah,” ungkap Tan Bun Ann.
Raja Sriwijaya terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa Tan Bun
Ann adalah seorang putra Raja Cina yang kaya raya.
“Baiklah, Tan Bun! Aku merestuimu menikah dengan putriku
dengan satu syarat,” kata Raja Sriwijaya.
“Apakah syarat itu, Baginda?” tanya Tan Bun Ann penasaran.
“Kamu harus menyediakan sembilan guci berisi emas,” jawab
Raja Sriwijaya.
Tanpa berpikir panjang, Tan Bun Ann pun bersedia memenuhi
syarat itu.
“Baiklah, Baginda! Hamba akan memenuhi syarat itu,” kata Tan
Bun Ann.
Tan Bun Ann pun segera mengirim utusan ke Negeri Cina untuk
menyampaikan surat kepada kedua orang tuanya. Selang beberapa waktu, utusan itu
kembali membawa surat balasan kepada Tan Bun Ann. Surat balasan dari kedua
orang tuanya itu berisi restu atas pernikahan mereka dan sekaligus permintaan
maaf, karena tidak bisa menghadiri pesta pernikahan mereka. Namun, sebagai
tanda kasih sayang kepadanya, kedua orang tuanya mengirim sembilan guci berisi
emas. Demi keamanan dan keselamatan guci-guci yang berisi emas tersebut dari
bajak laut, mereka melapisinya dengan sayur sawi tanpa sepengetahuan Tan Bun
Ann.
Saat mengetahui rombongan utusannya telah kembali, Tan Bun
Ann dan Siti Fatimah bersama keluarganya serta seorang dayang setianya segera
berangkat ke dermaga di Muara Sungai Musi untuk memeriksa isi kesembilan guci
tersebut. Setibanya di dermaga, Tan Bun Ann segera memerintahkan kepada
utusannya untuk menunjukkan guci-guci tersebut.
“Mana guci-guci yang berisi emas itu?” tanya Tan Bun Ann
kepada salah seorang utusannya.
“Kami menyimpannya di dalam kamar kapal, Tuan!” jawab utusan
itu seraya menuju ke kamar kapal tempat guci-guci tersebut disimpan.
Setelah utusan itu mengeluarkan kesembilan guci tersebut
dari kamar kapal, Tan Bun Ann segera memeriksa isinya satu persatu. Betapa
terkejutnya ia setelah melihat guci itu hanya berisi sayur sawi yang sudah
membusuk.
“Oh, betapa malunya aku pada calon mertuaku. Tentu mereka
akan merasa diremehkan dengan barang busuk dan berbau ini,” kata Tan Bun Ann
dalam hati dengan perasaan kecewa seraya membuang guci itu ke Sungai Musi.
Dengan penuh harapan, Tan Bun Ann segera membuka guci yang
lainnya. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Setelah membuka guci-guci
tersebut ternyata semuanya berisi sayur sawi yang sudah membusuk. Bertambah
kecewalah hati putra Raja Cina itu. Dengan perasaan kesal, ia segera
melemparkan guci-guci tersebut ke Sungai Musi satu persatu tanpa memeriksanya
terlebih dahulu. Ketika ia hendak melemparkan guci yang terakhir ke sungai,
tiba-tiba kakinya tersandung sehingga guci itu jatuh ke lantai kapal dan pecah.
Betapa terkejutnya ia saat melihat emas-emas batangan terhambur keluar dari
guci itu. Rupanya di bawah sawi-sawi yang telah membusuk tersebut tersimpan
emas batangan. Ia bersama seorang pengawal setianya segera mencebur ke Sungai
Musi hendak mengambil guci-guci yang berisi emas tersebut.
Melihat hal itu, Siti Fatimah segera berlari ke pinggir
kapal hendak melihat keadaan calon suaminya. Dengan perasaan cemas, ia menunggu
calon suaminya itu muncul di permukaan air sungai. Karena orang yang sangat
dicintainya itu tidak juga muncul, akhirnya Siti Fatimah bersama dayangnya yang
setia ikut mencebur ke sungai untuk mencari pangeran dari Negeri Cina itu.
Sebelum mencebur ke sungai, ia berpesan kepada orang yang ada di atas kapal
itu.
“Jika ada tumpukan tanah di tepian sungai ini, berarti itu
kuburan saya,” demikian pesan Siti Fatimah.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, muncullah tumpukan
tanah di tepi Sungai Musi. Lama kelamaan tumpukan itu menjadi sebuah pulau.
Masyarakat setempat menyebutnya Pulo Kemaro. Pulo Kemaro dalam bahasa Indonesia
berarti Pulau Kemarau. Dinamakan demikian, karena pulau tersebut tidak pernah
digenangi air walaupun volume air di Sungai Musi sedang meningkat.
Demikianlah Legenda Pulo Kemaro dari daerah Palembang,
Sumatra Selatan. Pulau Kemaro yang terletak sekitar lima kilo meter di sebelah
timur Kota Palembang ini memiliki luas kurang lebih 24 hektar. Kini, Pulau
Kemaro menjadi salah satu obyek wisata menarik, khususnya wisata budaya dan
religius, di Palembang. Setiap perayaan Cap Go Meh (15 hari setelah Imlek)
ribuan masyarakat Cina (baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Cina) datang berkunjung ke Pulau Kemaro untuk melakukan
sembahyang atau berziarah. Di pulau itu terdapat sebuah kuil sebagai tempat
peribadatan, dan di dalamnya terdapat gundukan tanah yang diyakini makam Siti
Fatimah, dan dua gundukan tanah yang agak kecil yang diyakini makam pengawal
Tan Bun Ann dan makam dayang Siti Fatimah.
Di Pulau Kemaro juga terdapat sebuah pohon langka yang
disebut “Pohon Cinta”, yang dilambangkan sebagai ritus “cinta sejati” antara
dua bangsa dan budaya berbeda pada zaman dahulu, yaitu antara Siti Fatimah dari
Negeri Palembang dan Tan Bun Ann dari Negeri Cina. Konon, jika pasangan
muda-mudi yang sedang menjalin hubungan kasih mengukir nama mereka di pohon
itu, maka cinta mereka akan berlanjut sampai ke pelaminan. Itulah sebabnya,
pulau ini disebut juga “Pulau Jodoh”.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah
bahwa sikap ketergesa-gesaan dapat membuat seseorang kurang teliti dalam
melakukan sesuatu, sehingga pekerjaan atau masalah yang dihadapinya tidak mampu
diselesaikannya. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Tan Bun Ann yang karena tidak
ketidaksabarannya ingin menunjukkan emas tersebut kepada Raja Sriwijaya,
sehingga membuatnya kurang teliti ketika memeriksa guci-guci tersebut.
Akibatnya, guci-guci yang berisi emas batangan tersebut dibuangnya ke sungai,
yang pada akhirnya menyebabkan ia tenggelam dan tewas.
Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.