Info terupdate
SISI LAIN REALITA
Indeks

Kisah Putri Pinang Gading

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa yang bernama kelekak
nangak yang terdapat di kecamatan membalong, hiduplah sepasang suami-istri yang
miskin dan tidak mempunyai anak. sang suami bernama pak inda, sedangkan sang
istri bernama bu tumina. mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang beratap
rumbia dan berlantai kayu gelegar berlapik jerami. untuk memenuhi kebtuhan
kuasa hidup sehari-hari, mereka menanam padi di ladang dan menangkap ikan
dengan cara memasang pukat di tepi laut. ketika air surut, ikan-ikan akan
terperangkap dalam pukat itu.

pada suatu hari, demam isu panen padi bersempurnaan dengan
waktu air laut surut. pak inda betare (berpamitan) kepada istrinya untuk
melihat sero yang dipasang di tepi laut.

“dik! hari ini abang akan pergi memeriksa sero di tepi laut.
bagaimana kalau saudara termuda sendiri saja yang berangkat ke ladang memanen
padi?” tanya sang suami.

“baik, bang! kebetulan juga hari ini kita tidak mempunyai
lauk untuk makan siang,” jawab sang istri.

Dengan membawa ambong, berangkatlah pak inda ke laut. ketika
akan mendekati seronya, tiba-tiba ia tersandung sepotong bambu. ia pun
mengambil bambu itu dan melemparkannya ke laut, biar hanyut terbawa oleh air
laut yang sedang surut. namun, ketika akan menangkap ikan di seronya, ia
tersandung lagi dengan sepotong bambu.

“kenapa banyak sekali bambu yang hanyut di tempat ini?”
gumam pak inda sambil mengamati bambu itu.

“ganjil! miripnya bambu ini yang sudah aku lemparkan tadi,”
gumam pak inda takjub.

oleh sebab sudah tidak tabah ingin melihat seronya, pak inda
segera membuang kembali bambu itu agak jauh ke tengah laut biar tidak
menghalanginya lagi. sesudah itu, ia pun menangkap ikan di dalam seronya. pak
inda sangat gembira, sebab menerima banyak ikan. sebagian ikan tersebut ia
masukkan ke dalam ambongnya, dan sebagian pula diikat dengan tali rotan, sebab
ambongnya tidak dapat menampung semua ikan tersebut. sesudah itu, ia pun
bergegas pulang ke rumahnya.

namun, pada ketika akan meninggalkan pantai, tiba-tiba ia
kembali tersandung pada sepotong bambu. ia pun mengambil bambu itu lalu
mengamatinya secara seksama.

“wah, tidak salah lagi, ini bambu yang aku buang ke laut
tadi. tapi, kenapa bambu ini mampu hingga ke sini, padahal air laut sedang
surut?” tanya pak inda dalam hati.

“benar-benar ganjil! bambu ini dapat melawan arus air laut.
ini bukanlah bambu sembarangan,” tambahnya sambil mengamati bambu itu.

sesudah beberapa ketika berpikir, pak inda mengambil bambu
itu dan menggunakannya sebagai pemikul ikan. sehingganya di rumah, pak inda
menceritakan peristiwa yang dialami kepada istrinya. oleh istrinya, bambu itu
digunakan sebagai penindih jemuran padi biar tidak diterbangkan angin.

pada suatu hari, ketika sedang duduk berkalem di rumah, pak
inda dan istrinya dikejutkan oleh bunyi letusan yang sangat monyets. keduanya
pun segera menuju ke sumber bunyi letusan itu. rupanya, sumber letusan itu
berasal dari sepotong bambu yang digunakan oleh sang istri menindih jemuran
padi yang berada di depan rumah mereka. alangkah terkejutnya mereka ketika
melihat seorang bayi perempuan disertai dengan pancaran cahaya yang menyilaukan
keluar dari bambu itu.

“bang, lihat itu! ada seorang bayi perempuan yang tergeletak
di tanah,” seru sang istri.

“bayi itu menangis! cepat tolong dia, dik!” seru pak inda
kepada istrinya.

tanpa berpikir panjang, bu tumina segera mengambil dan
memandikan bayi itu. sesudah bersih, ia menggendong bayi itu sambil bernyanyi:

anakku akung, anak kandungku.

anak kandung sibiran tulang,

obah jerih… pelerai demam.

bu tumina terus bernyanyi hingga si bayi tidak menangis lagi
dan tertidur. kedua suami-istri itu sangat senang, disebabkan sudah menerima
seorang anak yang sudah lama mereka dambakan. mereka pun merawat dan
membesarkan bayi itu dengan penuh kasih akung mirip anak kandung mereka
sendiri. mereka memberinya nama putri pinang gading.

waktu berjalan begitu cepat, putri pinang gading sudah
berumur lima belas tahun tahun. setiap hari ia pergi berburu binatang di hutan
yang ada di sekitar rumahnya. banyak sudah binatang buruan yang dulu
dipanahnya, sebab memang semenjak kecil ia sangat suka bermain panahan dan
seringkali dilatih oleh ayahnya cara memanah yang baik. semenjak kehadiran
putri pinang gading, rezeki pak inda terus bertambah, sehingga kehidupan mereka
pun semakin sejahtera.

pada suatu hari, terdengar kabar bahwa di kampung kelekak
remban terjadi bencana yang ditimbulkan oleh agresi burung yang besar. oleh
masybirat kelekak remban, burung itu disebut burung gerude yang tinggal di
sebelah timur kawasan ranau. burung gerude itu sangat ganas dan buas. ia
mengobrak-abrik permukiman penduduk kelekak remban, dan bahkan sudah menelan
seorang warga. seluruh penduduk kelekak remban jadi panik. untuk berlindung
dari agresi burung gerude, para warga membuat remban.[6] tidak seorang pun
warga yang berani keluar rumah.

peristiwa yang mengerikan itu terdengar oleh putri pinang
gading yang kini sudah berusia 21 tahun. ia bertekad hendak pergi ke kampung
kelekak remban untuk menolong warga yang sedang dilanda ketakutan.

“ayah, ibu! izinkanlah putri pergi untuk mengusir binatang
buas itu!” pinta putri pinang gading.

“apakah kau sanggup mengalahkan burung besar itu, nak?”
tanya pak inda khawatir kepada putrinya.

“ayah tidak perlu khawatir. putri akan membinasakan burung
itu dengan panahku yang beracun ini,” jawab putri pinang gading dengan penuh
keyakinan.

“baiklah, kalau begitu! tapi, kau harus lebih berhati-hati,
nak! kami takut kehilanganmu,” ujar pak inda.

“benar, nak! kau ialah putri kami satu-satunya,” sahut bu
tumina.

“baik, ayah, ibu! putri akan jaga diri,” kata putri pinang
gading seraya berpamitan kepada ayah dan ibunya.

sesudah menyiapkan beberapa anak panah yang sudah dibubuhi
racun, putri pinang gading berangkat menuju kampung kelekak remban. sehingganya
di sana, kampung itu tampak sepi. semua warga sedang bersembunyi di dalam rumah
mereka. putri pinang gading juga tidak melihat burung gerude itu.

“ke mana burung gerude itu? aku sudah tidak tabah lagi ingin
membinasakannya,” gumam putri pinang gading yang sudah siap dengan anak panah
di tangannya.

baru saja selesai bergumam, tiba-tiba ia mendengar bunyi
burung yang sangat monyets. bunyi itu tidak lain ialah bunyi burung gerude.
burung itu terbang ke sana ke mari di atas rumah-rumah penduduk sedang mencari
mangsa. sesekali ia mengobrak-abrik rumah penduduk. namun, burung itu tidak
menyadari jikalau putri pinang gading sedang memperhatikan gelagaknya dari
balik sebuah pohon besar.

putri pinang gading yang sudah siap dengan anak panah di
tangannya tinggal menunggu ketika yang sempurna untuk meluncurkan anak
panahnya. pada ketika burung gerude itu lengah, dengan cepat ia melepaskan anak
panahnya. anak panah itu meluncur ke arah burung gerude itu dan sempurna
mengenai dadanya. burung gerude itu pun jatuh ke bumi dan tewas seketika.

para warga yang menyaksikan peristiwa itu melalui cela-cela
rumah, keluar dari rumah mereka dan segera mengerumuni burung gerude yang sudah
mati itu. mereka sangat kagum melihat keberanian putri pinang gading. akhirnya,
kampung itu terbebas dari ancaman bahaya agresi burung gerude. untuk merayakan
keberakibatan itu, para warga mengadakan pesta besar-besaran dengan mengundang
putri pinang gading.

konon, tempat jatuhnya burung geruda itu berubah menjadi
tujuh buah anak sungai. sementera anak panah putri pinang gading yang mengenai
dada burung gerude itu tumbuh menjadi serumpun bambu. suatu hari, ada seorang
nelayan memotong bambu itu untuk dijsaudara termudaan joran[7]pancing. pada
ketika memotong sebatang pohon bambu itu, tiba-tiba tangan nelayan itu terakut
dan pribadi meninggal sebab bambu itu masih beracun. oleh masybirat setempat,
bambu itu disebut dengan bulo berantu (bambu beracun). kemudian kampung itu
mereka beri nama belantu, dari kata buloantu. namun, dalam perkembangannya,
nama belantu berubah menjadi membalong yang kini menjadi nama kecamatan di
pulau belitung.

demikian cerita putri pinang gading dari kawasan
bangka-belitung (babel), indonesia. cerita di atas termasuk ke dalam cerita
legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijsaudara termudaan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari. setidaknya ada dua pesan moral yang dapat
dipetik dari cerita di atas, yaitu keutamaan sifat pemberani dan pandai
menghargai sesuatu.

pertama, keutamaan sifat pemberani. sifat pemberani yang
dimaksud di sini ialah berani sebab benar, berani pada kebaikan dan berani
menegakkan keadilan. sifat pemberani ini tercermin pada perilaku putri pinang
gading yang berakibat membinasakan burung gerude yang besar dan ganas itu,
walaupun ia hanya seorang perempuan. dari sini dapat membisubil sebuah pelajaran
bahwa hendaknya orang tua membekali anak-anaknya dengan aneka macam
keterampilan semenjak masih kecil.

kedua, sifat pandai menghargai sesuatu. sifat ini tercermin
pada perilaku pak inda. pada mulanya, ia menganggap bahwa sepotong bambu itu
tidak bermanfaat baginya. namun, sesudah berpikir, ia pun menyadari ternyata
bambu itu berkhasiat untuk dijsaudara termudaan sebagai pemikul. bahkan, suatu
hal yang tidak dulu diduga sebelumnya oleh pak inda, ternyata bambu itu
bermetamorfosis menjadi seorang bayi perempuan. ia dan istrinya pun menjadi
senang disebabkan sudah menerima seorang anak yang sudah lama mereka dambakan.
dari sini dapat membisubil sebuah pelajaran bahwa jikalau kita menerima sesuatu
benda, hendaknya tidak melihat dari segi fisiknya saja, tetapi memikirkan
manfaat yang dapat membisubil dari benda tersebut.


Eksplorasi konten lain dari PRAKATA.ID

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.